Selasa, 31 Mei 2022

Cerpen Dua Sayap Patah Karya Atiekah

 Dua Sayap Patah

“Bu, Adi rindu Bu, Ibu dimana?”

Tubuh Adi semakin panas, sejak kemarin Adi demam tak kunjung sembuh juga. Sebenarnya aku sangat ingin membawa adikku ini ke rumah sakit, tapi apalah dayaku yang hanya seorang pemulung dengan penghasilan pas-pasan, jangankan untuk membawa Adi ke rumah sakit, untuk makan sehari-hari saja masih kurang. Adi hanya aku kompres sejak kemarin, berharap panasnya turun dan Adi bisa sehat kembali seperti semula.

Sambil berlinang air mata, kupandangi wajah adikku ini, hanya Adi satu-satunya yang aku punya saat ini. Kedua orang tua kami pergi entah kemana setelah mereka bercerai. Awalnya kami tinggal bersama nenek, tapi kini nenek juga sudah dipanggil oleh yang maha kuasa. Kini aku hanya punya Adi, aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Adi pergi meninggalkanku juga.

“Di, kamu yang kuat yah, jangan tinggalkan kakak, kakak tidak punya siapa-siapa lagi selain kamu” kubisikan kata-kata ke telinga sambil tak terasa air mataku berjatuhan semakin deras membasahi pipi.

Tidak terasa ternyata aku tertidur di samping Adi. Kupegang tubuh Adi, begitu kagetnya aku saat itu, wajah Adi sangat pucat, tangannya dingin, bibirnya biru dan ketika aku gerakkan badan Adi, ternyata Adi telah kaku. Aku sontak langsung berteriak minta tolong kepada tetangga, berharap Adi masih bisa terselamatkan.

“Tolooong, Tolooong!! Aku berteriak sekuat tenaga

“Ada apa Dewi? kenapa kamu terlihat sangat panik?” Tanya Bu Ida sambil menjemur pakaian

“Tolong adik saya bu, tolong Adi!” Aku berlari menghampiri bu Ida.

“Iya tapi Adi kenapa dewi?” Bu Ida semakin penasaran

Aku tidak sempat bercerita, langsung kutarik tangan Bu Ida untuk melihat kondisi Adi.

“Ya Allah Dewi kenapa bisa seperti ini?!” Bu Ida berteriak panik

“Tolong saya bu, tolong bawa Adi ke rumah sakit” Ucapku sambil menangis

Bu Ida tampak memegang tangan Adi memastikan apakah jantungnya masih berdetak atau tidak. Tapi tak berapa lama wajah Bu Ida terlihat cemas dan sedih.

“Adi sudah kembali ke yang maha kuasa Dewi” Ucap Bu Ida sambil memelukku

Kata-kata yang tak mau aku dengar lagi akhirnya kembali terdengar, luka yang sudah tertutup kini terbuka kembali, sakit yang dulu kurasakan ketika kehilangan nenek kini terasa lagi. Satu persatu orang yang kusayangi pergi meninggalkanku. Dulu nenek, sekarang Adi, lantas aku harus kemana sekarang, apa yang harus kulakukan. Aku menangis tanpa suara di pelukan bu Ida. Bu Ida berusaha menenangkanku sambil mengusap rambutku yang berantakan.

“Dewi kamu yang sabar yah, yang ikhlas, semua ini sudah kehendak yang maha kuasa” ucap bu Ida

“Tapi saya tidak punya uang bu, bagaimana saya mengurus pemakaman Adi?” Ucapku sambil tak kuasa menahan air mataku

“Kamu jangan khawatir Dewi, pemakaman biarlah kami yang mengurusnya” ucap bu Ida sambil tersenyum

Adi kini telah berpulang kepada yang maha kuasa. Kini aku hanya sendiri tanpa siapapun. Aku tidak tahu apakah aku akan kuat menjalani kehidupan ini atau tidak. Dulu saat nenek meninggalkan kami, aku masih punya Adi yang selalu menghiburku dengan tingkah polosnya sehingga aku dapat bertahan. Tapi sekarang aku tidak tahu siapa yang akan menguatkan aku, Adi sudah tiada. Ini semua kesalahanku, Aku tidak segera membawa Adi ke rumah sakit kemarin, mungkin jika Adi dirawat di rumah sakit nyawa Adi bisa terselamatkan.

Bayangan Adi dan nenek selalu ada di ingatanku. Kenangan bersama Adi dan nenek selalu menghantuiku setiap hari. Kerinduan pada orang yang sangat aku cintai semakin dalam, ingin rasanya aku ikut bersama mereka saja, aku tidak sanggup hidup sendiri disini.

“Ka Dewi bangun kak! Kakak ini kerjaannya tidur saja!” Terdengar ada suara yang tak asing bagiku

“Adi, kenapa disini? Bukannya kamu…” kata-kataku terhenti ketika melihat Adi, dia tampak sangat sehat dan bugar

“Aku dari dulu juga disini kak, memangnya aku kemana?” Tanya Adi dengan polosnya

Aku sebenarnya masih tidak percaya, tapi Adi terlihat sangat sehat, dia ceria seperti semual, dia tidak sakit lagi, Adi sudah sembuh. Sepertinya kematian Adi hanyalah mimpiku. Kini aku sudah terbangun dan aku sangat bersyukur Adi sudah sehat.

“Adi kamu sudah sembuh?” tanyaku antusias sambil memegang tubuh Adi

“Adi sudah sembuh kak, kakak jangan khawatir” ucap Adi sambil tersenym kepadaku

Aku langsung memeluk tubuh Adi, kupikir Adi sudah meninggalkanku, ternyata itu hanyalah mimpi belaka, aku sangat bersyukur karena Adi masih ada disisiku.

“Kakak jangan menangis, kan Adi sudah sembuh” Ucap Adi sambil mengusap air mataku

“Kamu lapar Dek, kita cari makanan yuk, tapi kakak jual rongsokan itu dulu yah” Aku sambil berdiri dengan antusias mengajak Adi untuk membeli makanan.

Kuusap seluruh air mataku, aku sangat bahagia sekali karena Adi masih ada di sampingku dan menemaniku. Adikku yang paling aku cintai masih hidup. Kini aku harus bekerja lebih keras agar Adi tidak sakit lagi.

“Kakak tidak perlu jual rongsokan dulu kak, Adi ada uang tadi diberi oleh tetangga, kita beli makan pakai uang ini saja yah kak” Ucap Adi sambil menarik tanganku

Tampaknya Adi sangat lapar. Siapa tetangga yang begitu baik memberi uang kepada Adi, biasanya mereka tidak peduli kepada kami. Hanya ibu Ida yang sesekali memberi makanan jika dia punya makanan berlebih. Tapi ya sudahlah ini mungkin rezeki dari tuhan untukku dan Adi.

“Ayo kak, aku sudah lapar” Ucap Adi sambil terus menarikku

“Iya Di, sebentar yah” Ucapku sambil menutup pintu

Kami akhirnya tiba di sebuah rumah makan. Tapi rasanya rumah makan ini asing bagiku, aku belum pernah melihat rumah makan ini sebelumnya, tapi aku tidak berpikir macam-macam, mungkin saja memang rumah makan ini baru dibuka.

“Adi tahu darimana rumah makan ini?” Tanyaku pada Adi

Biasanya Adi tidak pernah ikut membeli makanan, dia hanya menunggu di rumah. Belum sempat Adi menjawab pertanyaannku, seorang pelayan menghampiri kami menawarkan makanan.

“Mau makan apa?”

“Sebentar Mbak” ucapku agak ragu takut uangnya tidak cukup

“Kakak tidak pesan? Ayo pesan saja kak, uang kita banyak, tetangga itu memberi uang banyak padaku tadi” ucap Adi meyakinkanku untuk makan

Akhirnya aku dan Adi memesan nasi ditambah ayam dan the manis. Rasanya sudah lama sekali tidak makan enak, biasanya aku dan Adi hanya makan nasi dan tempe goring saja. Sangan baik tetangga yang dimaksud Adi, memberi kami uang begitu banyak, rasanya uang ini cukup untuk makan kami beberapa hari ke depan. Meskipun aku tidak tau siapa yang memberi uang pada Adi, tapi aku sangat bersyukur ternyata masih ada orang yang baik pada kami.

“Kak, Adi mau pulang”

“Iya Di, kakak juga sudah kenyang, rasanya ingin tidur”

Selesai makan aku langsung bergegas pulang. Adi masih ceria seperti biasanya, sedangkan aku sangat mengantuk sekali, mungkin akibat kekenyangan setelah makan tadi. Tapi rasanya jalan pulangnya berbeda.

“Adi kok kita kesini? Ini bukan jalan pulang Di” Aku heran kenapa Adi malah memilih jalan ini untuk pulang

“Sudah benar kok kak”

“Tapi kakak biasanya tidak lewat sini Di, kamu tau jalan ini darimana? Aku bertanya dengan nada penasaran

“Ini jalan pulang aku kak, aku mau bertemu nenek”

“Nenek? Nenek kan sudah tidak ada Di, kamu jangan ngaco!” Ucapku sambil terus mengikuti jalan Adi

Sambil dengan perasaan heran dan tidak tahu dimana, kini aku melihat suatu pemandangan yang begitu asing. Tempat yang sangat indah, ada banyak pepohonan. Kenapa Adi bilang bahwa ini jalan menuju rumah. Aku mengamati sekeliling tanpa berkata apapun. Aku masih mengagumi tempat ini, begitu indah, begitu asri dan sangat nyaman. Rasanya aku betah jika tinggal di tempat seperti ini.

“Aku sudah sampai kak” ucap Adi memotong lamunan keherananku

“Sudah sampai? Ini kan bukan rumah kita Adi”

“Ini rumah Adi kak, rumah Adi dan nenek, kakak boleh pulang sekarang, Adi tingal disini ya kak” Adi tampak tersenyum bersuka cita

Tiba-tiba ada sebuah pintu yang terbuka. Dari balik pintu aku melihat seseorang yang aku kenal, itu nenek. Nenek tampak sehat dan cantik. Nenek berpakaian putih bersih dan tersenyum menatapku. Tiba-tiba Adi berlari menuju nenek.

“Nenek!” Aku memanggil nama nenek sambil akan berlari seperti Adi menuju tempat nenek berdiri

Tapi anehnya aku bahkan tidak bisa melangkahkan kakiku satu centi pun. Tiba-tiba nenek tersenyum kepadaku. Dan berbalik hendak menutup pintu bersama Adi meninggalkanku.

“Nenek! Adi! Jangan tinggalkan aku!” AKu berteriak sambil menangis berharap nenek mengajakku juga

“Dewi cucuku, kamu tidak bisa ikut, perjalananmu masih panjang sayang, pulanglah Nak. Adi dan Nenek menunggu kamu disini, tapi bukan sekarang Nak, kamu harus pulang!” Ucap Nenek sambil berbalik ke arahku dan tersenyum.

“Aku mau ikut nenek dan Adi saja, jangan tinggalkan Aku Nek! Adi jangan tinggalkan kakak!”

Akhirnya aku terbangun. Ternyata hal yang tadi terjadi adalah sebuah mimpi. Aku bertemu Adi dan nenek, ternyata Adi memang sudah pergi meninggalkanku. Aku tak kuasa menahan air mataku. Tangisku pecah ketika aku menyadari bahwa semuanya hanyalah mimpi. Adi memang sudah tidak bersamaku lagi. Kini aku harus melanjutkan hidupku seorang diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Merubah Impian

Hai Guys udah lama banget aku ga nulis di blog. Sorry nih bukannya sombong, tapi memang aku lagi sibuk banget dengan segala realita kehidupa...